Komandan Pemberontakan Sambyeolcho, Bae Jung-son
Jindo Yang Mengandung Goryeo
Pulau Jindo yang terletak di sebelah barat daya di Laut Kuning merupakan salah satu pulau terbesar selain pulau Jeju dan pulau Geoje. Pulau Jindo memilki wilayah luas, sehingga pulau tersebut dijuluki sebagai 'Okju' yang berarti 'desa makmur.' Nama Jindo juga mengandung makna 'pulau berharga', dan ada seorang tokoh yang mendirikan Kerajaan Goryeo di pulau Jindo. Dia tiada lain adalah Bae Jung-son, yaitu komandan pasukan Sambyeolcho yang menantang Mongolia.
Menyatakan Untuk Berjuang
Pada abad ke-13, Chingiz Khan mempersatukan suku-suku Mongolia, dan mendirikan Kekaisaran Mongolia yang terbesar dalam sejarahnya dengan menguasai wilayah Cina, Asia Tengah, dan Eropa Timur. Setelah wafatnya Chingiz Khan, Mongolia tetap menguasai wilayah di dunia, dan mulai pada tahun 1231 hingga 1258, mereka menginvasi Goryeo sebanyak 7 kali.
Pemerintah Goryeo yang mengalami penderitaan atas invasi tentara Mongolia memindahkan ibukota ke pulau Ganghwa pada tahun 1232, dan berjuang dengan Mongolia selama 40 tahun. Namun, Goryeo yang semakin lelah akibat peperangan yang panjang menyerahkan diri pada tahun 1270, dan unit tentara khusus Sambyeolcho yang berjuang keras juga diperintahkan bubar.
Namun, para tentara Sambyeolcho tidak mengakui penyerahan, sehingga pemimpin tertinggi Sambyeolcho bernama Bae Jung-son menyatakan tetap melakukan perjuangan melawan Mongolia pada tangga 1 Juni 1270.
Mulai Ganghwa Ke Jindo
Perjuangan itu tiada lain adalah 'Pemberontakan Sambyeolcho.' Dengan berimpian untuk mendirikan kerajaan Goryeo yang baru, Bae Jung-son mengangkat Seunghwahu On sebagai raja serta menuju pulau Jindo dengan membawa orang-orang dan kekayaan dengan 1.000 buah kapal pada tanggal 3 Juni 1270. Jindo yang makmur sangat cocok untuk berjuang dengan Mongolia yang lemah dalam perang laut.
Sebuah Goryeo Yang Lain Di Goryeo, 'Pemerintah Sambyeolcho'
Kegiatan 'Pemerintah Sambyeolcho' terasa aktif pada awalnya. Bae Jung-son membangun benteng yang berjarak 12 km di gunung Yongjang, dan juga mendirikan istana mewah.
Sementara, pulau Jindo dan kepulauan di sekitarnya menjadi pintu gerbang menuju ibukota Gaegyeong, sehingga harus dilewati oleh kapal kargo. Dengan demikian, Jindo dapat memperoleh dengan mudah segala pangan dan pajak, serta berupaya untuk bersekutu dengan Jepang. Selain itu, rakyat yang terus ingin berjuang terhadap Mongolia berkumpul di Mongolia dan bergabung dengan Sambyeocho. Namun, kerajaan yang baru itu runtuh dalam 9 bulan saja.
Hidup Sampai Meninggal Dunia Sebagai Orang Goryeo
Pasukan gabungan antara Goryeo dan Mongolia menuju Jindo dengan membawa 10.000 pasukan bala tentara dan 400 buah kapal untuk mengalahkan Sambyeolcho pada bulan Mei 1271. Bae Jung-son telah berjuang dengan gigih selama 10 hari, namun akhirnya, pasukannya mengalami kekalahan dan Bae Jung-son juga dibunuh.
Walaupun kehilangan pemimpin Bae Jung-son, Sambyeolcho tetap berjuang selama 2 tahun setelah pindah ke pulau Jeju. Pada tahun 1273, mereka diinvasi oleh pasukan gabungan antara Goryeo dan Mongolia. Setelah itu, Goryeo dijajah oleh Mongolia selama hampir 100 tahun sampai runtuh. Bae Jung-son yang tidak pantang menyerah dengan melakukan pemberontakan Sambyeocho... Walaupun riwayat hidup pribadinya belum pasti, namanya tetap dikenang dalam hati rakyat Goryeo sebagai 'Simbol untuk pertahanan negara.'
Source :kbsworld/IniSajaMo
Share on Facebook